Oleh Bahrus Surur-Iyunk
Musibah atau bencana yang menimpa seseorang akan sangat tergantung pada cara pandangnya. Jika hal itu dianggap sebagai masalah yang menyusahkan, maka ia akan tertekan, panik dan hidup terasa menyesakkan. Tetapi, jika dipandang dengan penuh hikmah, maka hidupnya terasa lebih lapang, tenang dan Insya Allah akan menemukan jalan keluar.
Bagi seorang mukmin, apa yang dialaminya di dunia, baik itu kesenangan maupun kesedihan, akan selalu mendatangkan kebaikan bagi dirinya. Saat ia diuji dengan musibah, sesungguhnya ia sedang dihapus dosanya. Pun, Allah sedang merindukan suara rintihannya. Karenanya, ia akan mendapatkan kebaikan di dunia dan Akhirat. Apalagi saat sedang dalam limpahan kenikmatan-Nya, ia sedang diberi kesempatan lebih untuk membahagiakan saudaranya dan berbagi kepada sesamanya.
Begitu juga dengan merebaknya musibah virus Corona, Allah sedang menunjukkan banyak hikmah di baliknya. Pertama, manusia diajak untuk membandingkan situasi sebelum dan sesudah adanya virus. Sebelumnya, kita merasa bebas, aman dan nyaman. Saat merebak Covid-19, semua orang diliputi rasa khawatir, bahkan mencekam. Maka, manusia sesungguhnya (hanya) diperintahkan untuk lebih banyak bersyukur atas setiap keadaan yang dia alami.
Kedua, musibah ini ingin menyadarkan bahwa masih ada Allah Yang Maha Kuasa. Musibah ini hanyalah lemparan kecil dari Tuhan agar ia mau “mendongak ke atas”. Jangan sampai seperti orang yang diterjang angin dan ombak di lautan. Di mana, ia berdoa dengan sangat khusyu’, tapi lupa kembali saat selamat sampai di daratan. Ingat sesaat, lalu lupa lagi.
Ketiga, manusia sesungguhnya sedang diingatkan bahwa manusia itu sangat lemah dan tidak ada apa-apanya di hadapan Allah. Buktinya, didatangkan virus yang sangat kecil seperti Corona saja tampak kalang kabut dan tidak berdaya. Sejarah mencatat betapa Raja Namrud yang sombong itu ditaklukkan hanya dengan seekor lalat.
Keempat, bahwa manusia itu sering terlalu membanggakan kemampuan dirinya. Karena kepanikannya, seseorang kemudian bergegas mencari masker, hand sanitizer dan semacamnya untuk melindungi diri dari paparan Corona. Seakan semua itu menjadi segalanya. Manusia wajib berikhtiar karena itu juga bagian dari perintah Tuhan. Tetapi, jangan sampai lupa bahwa masih ada Allah di atas segalanya. Hingga di sini, Covid-19 menumbuhkan kesadaran ketuhanan dalam diri manusia.
Kelima, manusia diajak untuk saling berempati dan saling tolong-menolong (bersinergi) dalam kebaikan. Betapa mulianya para dokter dan tenaga medis yang berusaha menolong pasien terjangkit Corona, lalu meninggal dunia. Yang sakit saja mati syahid, apalagi yang sedang berjihad mengobati saudaranya. Bagi mereka yang sering berumrah juga diingatkan bahwa kesalehan itu bukan hanya berumrah ke tanah suci, tetapi peduli pada duafa dan masakin itu juga ibadah yang pahalanya –bisa jadi—lebih besar di sisi Allah.
Keenam, manusia sedang diingatkan dengan makanan yang halal lagi baik. Viru Corona disinyalir muncul dari binatang-binatang liar yang dikonsumsi dan, parahnya lagi, diproses tidak dengan cara yang baik. Padahal, Allah mengajarkan kepada manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik. Bukan hanya cara mendapatkannya yang halal, tetapi juga makanan itu sendiri harus halal dan cara mengolahnya juga mesti baik, higinies dan benar.
Ketujuh, umat Islam sedang diingatkan bahwa fitnah (bencana) itu tidak hanya akan menimpa kepada orang yang berbuat dzalim, tetapi juga kepada orang-orang yang tidak melakukannya. Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan China, tetapi akibat dan dampaknya meluas ke semua negara, termasuk orang-orang yang beriman. Ibarat orang naik kapal, jika ada seseorang yang berusaha melubangi kapal, maka yang akan tenggelam bukan hanya dia sendiri, tetapi seluruh penumpang akan ikut tenggelam.
Kedelapan, betapa pentingnya hidup bersih. Kebersihan sebagian dari iman. Pada hari ini, masyarakat dunia dan terutama umat Islam diingatkan kembali akan pentingnya mencuci tangan dan membersihkan lingkungan sekitar. Islam mengajarkan wudhu minimal lima kali sehari, dalam rangka menjaga kesucian badani dan ruhani. Islam juga mengajarkan tentang kebersihan (thaharah), najis dan suci secara detail. Betapa semua ini sesungguhnya telah diajarkan melalui Rasul-Nya sejak lima belas abad yang silam.
Kesembilan, sejak merebaknya covid-19, bumi sedang rehat “menikmati” rendahnya polusi dan emisi. Di kota-kota besar dunia, polusi udara turun drastic. Hewan-hewan yang selama ini tersisih mulai muncul kembali ke permukaan.
Kesepuluh, saat setiap orang diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah dan jangan keluar dari rumahnya kecuali untuk hal-hal yang sangat mendesak, maka sesungguhnya ia sedang diberi kelonggaran oleh Allah untuk banyak merenung, membaca Al-Quran, dan menjalin kedekatan bersama keluarga. Semua orang sedang diingatkan bahwa tanggung jawab pendidikan anak sejatinya ada pada orang tua, bukan sekolah. Jika kemudian ada yang merasa sangat berat dan (semoga tidak) stress, maka itulah nyatanya anak-anak kita yang sangat memerlukan perhatian.
Kesebelas, seorang yang beriman diingatkan untuk lebih banyak beristighfar 9memohon ampun), mendekatkan diri kepada Allah, senantiasa memohon jalan keluar dari badai ini, dan tetap berusaha (ikhtiar). Tawakkal saja, kata Rasulullah, diumpamakan seperti seekor burung yang terbang di pagi hari dari sarangnya, saat pulang di senja hari ia sudah membawa makanan untuk anaknya. Atau, layaknya seseorang yang mengikatkan tali untanya di pohon kurma, sebelum ia masuk masjid untuk menjalankan ibadah shalat. Tidak berdiam diri dan pasrah begitu saja tanpa usaha.
Berdoa menjadi sangat penting, karena doa adalah senjata orang-orang yang beriman. Banyak masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan akal pikiran dan upaya kemampuan manusia, bisa diselesaikan dengan doa yang kita panjatkan kepada Yang Maha Kuasa. Semoga Allah akan segera mengeluarkan kita dari badai Corona ini. Kita mohonkan secara terus-menerus kepada Yang Maha Pencipta, Yang Maha Kuasa dan Maha Pemberi Jalan Keluar. Semoga. Amin.