Oleh Nuria Kanaya Imam Putri
“Lena, janji sama bunda harus nurut sama ayah. Gak boleh nakal. Harus rajin belajar”, ucap bunda yang tengah berbaring di tempat tidur rumah sakit.
“Iya bunda, Lena janji bakal nurut sama ayah, rajin belajar dan gak nakal. Tapi bunda harus sembuh”, ucapku sambil memegang tangan bunda.
“Iya, cantiknya anak bunda. Bunda yakin bunda bakalan sembuh”, ucap bunda sambil mengusap kepalaku.
“Bunda janji bakalan datang ke acara wisudanya Lena”, ucap bunda.
“Janji?”, ucapku.
“Iyaa, bunda janji”, ucap bunda sambil memberikan jari kelingkingnya dan menempelkan jari kelingking Lena.
“Tapi Sekarang Lena makan dulu ya sama ayah. Soalnya infusnya Bunda mau diganti sama perawatnya”, ucap bunda lagi.
“Enggak, Lena mau disini”, ucapku sambil sedikit meneteskan air mata.
“Tapi, Lena kan belum makan dari tadi pagi?! Nanti sakit. Ingat loh hari Senin kamu Ujian Nasional!”, ucap bunda.
“Ya sudah, aku beli makanan dulu sama ayah. Ayo, Yah”, ucapku sambil menarik tangan ayah.
Aku dan ayah kembali setelah membeli makanan. Namun, saat aku di depan pintu kamar bunda semua dokter dan perawat ada di dalam kamar bunda. Aku melihat mereka satu persatu. Dari tatapan mereka terpancar rasa kesedihan.
Dalam hatiku bertanya, “mengapa semua dokter dan perawat ada di kamar semua? Padahal, kalau hanya mengganti infus kan cukup dengan. Satu perawat saja?”
Saat aku masuk kamar inap Bunda, alah seorang dokter itu berkata, “Sabar ya Lena…!”
Ketika aku mendengar pesan itu, aku tersadar bahwa bunda kayaknya sudah tiada. Aku menangis sekencang-kencangnya. Ara dokter dan perawat itu terdiam seribu bahasa.
“Bunda, bunda bilang mau datang ke acara wisudanya Lena, tapi bunda malah ninggalin Lena”, ucapku sambil terus menangis.
“Sudah Lena, jangan ditangisi lagi nanti bunda tidak tenang di sana”, ucap ayah sambil memelukku.
*****
Hai semua… Kalian pasti bingung kenapa di awal ceritaku udah sedih aja karena cerita ini mau aku persembahkan kepada Bunda. Sebelumnya, kenalin dulu namaku Salena Dahayu. Kalian bisa manggil aku dengan Salena, Lena, atau Dahayu.
Jika kalian tanya kenapa namaku ada sedikit nama Balinya, karena ayahku orang Bali. Tapi, sekarang kita tinggal di Yogyakarta. Ayah pindah ke Yogyakarta karena urusan pekerjaan.
Sekarang, aku kelas 11. Cerita ini tuh untuk tugas dari Guru BK, yang mana kita disuruh untuk menceritakan kenangan kita dengan sosok seorang “IBU”.
Aku kan bingung mau menceritakan yang mana, karena waktu untuk bersama itu dikit dan aku ditinggal oleh Bunda saat umur 11 tahun. Yang hitungannya aku masih butuh yang namanya seorang IBU. Jadi, semua yang aku lakukan bersama bunda itu menjadi kenangan bagiku. Aku selalu ingin di sambut seperti dulu ketika habis pulang dari sekolah.
“Cantiknya bunda, gimana sekolahmu? Tadi belajar apa? Tadi di kantin beli apa? Capek Ndak?” Begitu ucapan Bunda yang selalu terngiang dalam benakku.
Atau ketika bunda mau masak dan aku disuruh bantu, “Lena ….bantu Bunda nak!”, ucap Bunda.
“Bunda mau bikin apa?”, ucapku waktu itu.
“Bunda mau bikin Brownies, kesukaan lena”, ucap bunda.
“Yeay, horeee Bunda bikin Brownies,” ucapku.
Aku cuma mau bilang sama Bunda, “Selamat Hari Ibu” ya… Walaupun Bunda udah gak ada di sisinya Lena. Tapi, Lena bersyukur banget punya Bunda yang ahli masak dan cantik banget. Jika di suruh menggambarkan Bunda, aku akan bilang, “Beliau seperti malaikat tanpa sayap dan juga chef terbaik di dunia.”
Semua yang aku lakukan bersama Bunda itu adalah sebuah kenangan yang tak bisa diulang lagi.
Akhirnya, “Terkadang boleh saja kita menangis, tapi jangan terlalu lama. Karena, bisa mereka yang mendahului akan lebih bahagia jika kita juga merasakan bahagia.”
MasyaAllah….Singkat tp penuh makna…..membuat hati mengharu biru…..
Alhamdulillah…
Barakallah….
Semoga karya-karya baru kembali di rilis….
Semangat ????????????????????????????