November 18, 2024
Bagikan:
Saat Aku Harus Berani Melangkah

Oleh Nuria Kanaya Imam Putri

November adalah bulan penuh hujan. Hampir tiap hari, tidak perduli pagi, siang, sore dan malam, hujan datang tak kenal waktu. Hal itu sangat meresahkanku, karena aku adalah anak pulau Madura yang terkenal dengan udara cukup panas.

Sekarang, aku sedang merantau untuk menimba ilmu di kota Malang. Sebuah kota dingin di Jawa Timur. Hujan membuatku ingat akan kampung halaman. Akan masa lalu, akan masa di mana aku menjalani sekolahku di SMP.

*****

Hai…, perkenalkan namaku Clarista Putri Mawar. Biasa dipanggil Mawar atau Risa. Aku mau bercerita tentang guruku yang membuat masa SMP-ku lebih menyenangkan. Jadi, saat awal masuk kelas 8 wali kelasku diganti karena wali kelasku yang kelas 7 berhenti. Wali kelasku di kelas 8 itu guru baru. Jadi, aku kurang tahu cara dia mengajar.

Belakangan, saya baru tahu kalau beliau itu mengajar IPA. Caranya mengajar untuk pelajaran IPA itu menyenangkan dan kita sering di ajak praktek. Nama wali kelasku itu Bu Dwi Hartini.

Saat kelas 8 banyak hal yang menyenangkan. Salah satunya saat kegiatan akhir semester. Ada kegiatan yang melatih keterampilan kita dalam berbisnis. Setiap kelompok menggambil kertas yang diberikan satu kesempatan. Setelah kami membukanya, ternyata nama-nama daerah. Kelompokku mendapatkan daerah Jawa Barat. Dan itu membuat kelompokku harus Googling untuk mencari tahu makanan dan minuman khas dari Jawa Barat. Akhirnya, kita sepakat untuk membuat makanan lotek, asinan Bogor dan minumannya Es goyobod.

Untuk menarik para pembeli, kami membuat slogan-slogan yang menarik agar mereka mampir ke stan kami. Dan itu berhasil membuat orang-orang berdatangan ke stan kami. Makanan dan minuman yang dibikin oleh kelompokku, Alhamdulillah laris dengan cepat. Kegiatan itu sangat menyenangkan dan mungkin sekarang ini teman-temanku masih mengingatnya.

Ada lagi saat kita sekelas mengadakan acara jalan-jalan. Saat sudah kelas 9, Bu Dwi merencanakan jalan-jalan. Semua anak-anak setuju dan kita memikirkan akan jalan-jalan kemana. Salah satu temanku bilang, “Gimana kalo ke Malang saja Bu?”

“Iya sudah ke Malang, tapi ke Malang mau jalan-jalan di mana? Ke Jatim Park 3?”, kata Bu Dwi.

“Bosen Bu…!”, kata salah satu temanku.

“Gimana kalau kita ke Kampung Budaya Poli Wijen atau Kampung Wisata Keramik Dinoyo?”, kata Bu Dwi.

“Dua-duanya saja bu”, kataku.

“Gimana mau dua-duanya?”, kata Bu Dwi.

“Iya Bu, dua-duanya!!!”, kata semua teman-temanku.

Kami pun memutuskan untuk naik bus sebagai alat transportasi acara tour kami. Pada hari H, tempat duduk di kursi bus itu milih sendiri. Dan aku duduk dengan temanku yang namanya Zera. Sesampainya di vila, aku tidur dengan Zera.

Keesokan harinya, kami pergi ke destinasi pertama, yaitu Kampung Budaya Poli Wijen. Kita berangkat dari vila jam 08.00 pagi. Sesampainya di sana, kami bertemu dengan tour guide yang akan mendampingi dan mengarahkan kami. Di sana, kita  belajar banyak tentang budaya di kampung Budaya Poli Wijen.

Setelah dari kampung Budaya Poli Wijen kita tidak langsung ke vila, tapi kita berhenti di tempat makan. Baru setelah makan, kita kembali ke vila. Besok paginya, kita menuju destinasi kedua, yaitu Kampung Keramik Dinoyo. Kami berangkat jam 08.00 pagi. Sesampainya di sana, kita banyak belajar cara membuat cangkir. Masing-masing kita membuat cangkir dan diberi nama sesuai dengan nama kita. Dari kota Malang kita mampir ke Masjid Muhammad Cheng Hoo untuk membeli oleh-oleh. Yang awalnya bawaan kita sedikit jadi banyak banget.

Setelah satu Minggu dari jalan-jalan ke kota Malang, salah satu temanku bilang di grup kelas, “Ibu, ayo kita makan-makan!”

“Ayo, tapi mau di restoran atau di rumah?”, tanya Bu Dwi.

“Di rumah saja Bu…”, kata temanku.

“Ayo, di rumahnya siapa?”, tanya Bu Dwi lagi.

“Rumahnya Mawar saja Bu!!!”, kata temanku.

“Bagaimana Mawar?”, kata Bu Dwi.

“Iya Bu”, kataku

“Tapi Bu, kita bawa makanan dan minumannya sendiri ya?”, kata temanku.

“Maksudnya gimana ya? Ibu kok tidak paham ya?”, kata Bu Dwi.

“Gini Bu, maksudnya Mawar hanya menyediakan tempat dan kita yang bawa makanan dan minumannya. Contoh, Ica bawa martabak, Aldo bawa es kopyor dan seterusnya”, kata temanku.

“O… gitu. Jadi kapan tanggalnya?”, kata Bu Dwi.

“Hari Minggu ini saja bu”, kataku.

“Oke”, kata Bu Dwi.

Pada hari Minggunya kita makan-makan. Kalau aku cuma menyediakan tempat dan minuman. Temen-temenku sudah kumpul dengan makan dan minumnya. Yang datang paling akhir itu Bu Dwi karena masih ada acara di tempat lain.

Kita banyak bersenang-senang hari itu. Kata orang-orang, “masa SMA lebih menyenangkan daripada SMP”. Buktinya aku enggak. Malah, waktu SMA-ku itu urusan percintaan itu sering membuatku kesel sendiri. Tapi, aku bersyukur karena aku bisa mengenal teman-temen seperti mereka.

Dan yang paling penting adalah aku bisa mengenal guru yang bisa bikin hidupku lebih Bahagia. Untuk Bu Dwi saya cuman bilang “Terima kasih atas didikanmu selama ini dan maaf jika saya pernah berbuat salah. Sekali lagi, maaf banget Bu Dwi.”

Bagiku, “Berani melangkah untuk menggapai hal lebih baik itu HARUS!!!”

2 thoughts on “Saat Aku Harus Berani Melangkah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *