Oleh Bahrus Surur-Iyunk*
Anda mungkin pernah melihat tayangan video alunan adzan yang datang dari negeri Kuwait. Adzan yang dikumandangkan sudah tidak lagi mengumandangkan “hayya alash-shalat”, tetapi sudah digantikan dengan “shallu fi rihalikum”. Lebih merinding lagi, sang muadzin saat melantunkan takbir dan la ilaha illa Allah di akhir adzan itu sambil menangis. Sang Muadzin seakan ingin bertanya, mengapa sampai harus seperti ini: masjid sudah tidak didatangi dan hendak ditinggalkan?
Itulah yang terjadi di Kuwait, tidak di Indonesia, karena dampak virus covid-19.
Apa yang terjadi dengan kasus virus Corona pada saat sekarang ini juga pernah terjadi pada masa Rasulullah. Di mana, kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya itu mewabah. Kala itu, Rasulullah SAW memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat orang yang mengalami kusta atau lepra secara terus-menerus.
لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ
“Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta.” (HR Bukhari)
Nabi Muhammad SAW juga pernah memperingatkan umatnya untuk tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah penyakit. Dan sebaliknya, jika berada di dalam tempat yang terkena wabah penyakit dilarang untuk keluar “melarikan diri”.
Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini,
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.“(HR Bukhari)
Pada masa Rasulullah jikalau ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha’un, Rasulullah memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat khusus, jauh dari pemukiman penduduk. Tha’un sebagaimana disabdakan Rasulullah saw adalah wabah penyakit menular yang mematikan, penyebabnya berasal dari _bakteri Pasterella Pestis_ yang menyerang tubuh manusia.
Jika umat muslim menghadapi hal seperti ini, dalam sebuah hadits disebutkan janji surga dan pahala yang besar bagi siapa saja yang bersabar ketika menghadapi wabah penyakit.
الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
“Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya). (HR Bukhari)
Pada masa khalifah Umar bin Khattab juga pernah ada wabah penyakit. Saat itu, Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam. Di tengah jalan hampir sampai di negeri Syam, ia mendapatkan kabar tentang wabah penyakit di sana. Hadist yang dinarasikan Abdullah bin ‘Amir itu mengatakan, Umar pun kemudian tidak melanjutkan perjalanan.
أَنَّ عُمَرَ، خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ ”
“Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhori)
Saat itu Khalifah Umar juga mendapat protes dari gubernur Syam saat itu. Umar dituduh menghindari takdir Allah. Lalu Umar mengatakan, “Bukan menghindari takdir, tetapi beralih kepada takdir Allah yang lain.”
Lalu, jika wabah penyakit menyerang, bagaimana Islam menyikapinya?
*Pertama,* Hadis Riwayat Bukhari dari Aisyah ra, ia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang wabah penyakit. Rasulullah Saw memberitahukan kepadaku: ‘Wabah penyakit itu adalah azab yang diutus Allah kepada orang-orang yang Ia kehendaki. Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman. Jika terjadi suatu wabah penyakit, ada orang yang menetap di negerinya, lalu ia bersabar, hanya berharap balasan dari Allah. serta, Ia yakin bahwa tidak ada peristiwa yang terjadi kecuali sudah ditetapkan Allah. Maka ia mendapat balasan seperti mati syahid”. (HR. Bukhari).
Bagi orang kafir, wabah tersebut adalah adzab. “Seperti wabah campak pada pasukan Abrahah,” begitu menurut Imam Muhammad Abduh.
Tetapi, bagi orang yang beriman, wabah tersebut adalah rahmat, sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. Al-Baqarah: 156-157,
“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dikatakan rahmat, karena dengan musibah seorang mukmin akan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Ia akan memperbanyak istighfar dan berdzikir. Dan Allah akan menghapus dosa-dosanya karena musibah yang menimpanya.
*Kedua*, orang beriman menyikapi musibah wabah corona dengan tetap berikhtiar melakukan langkah antisipasi dan mencari obat, kemudian bersabar, mengharapkan balasan dari Allah, serta yakin bahwa tidak ada sesuatu pun terjadi di luar kuasa dan taqdir Allah. Sabar tidak berarti berdiam diri dan menerima nasib apa adanya. Bersabar itu disiplin, telaten dan tetap bersemangat berjuang menghadapi tantangan.
Yang lebih mengenaskan itu adalah ketika seorang muslim itu lebih percaya kepada masker dan vitamin daripada kepada Allah Yang Maha Pencipta. Dengan berita yang beredar di media televisi dan media social seakan ingin mengatakan bahwa semua terjadi tidak atas sepengetahuan Allah. Keyakinan ini penting agar kita tidak lupa dengan akar penciptaan manusia sebagai hamba Allah.
*Ketiga*, karenanya, seorang muslim harus banyak berdoa kepada Allah meminta perlindungan dari segala macam penyakit, mara bahaya dan segala keburukan yang disebabkan oleh ciptaan-Nya (makhluk-Nya). Ibarat beribu-ribu peluru yang ditembakkan kepada kita. Jika dalam peluru itu tidak tertulis nama kita, maka peluru itu tidak akan menembus tubuh kita.
Sebaliknya, jika ada satu peluru yang dtembakkan kepada kita itu tertulis nama kita, meski kita sangat banyak, maka peluru itu pasti akan tetap menembus tubuh kita. Itulah takdir yang telah ditetapkan Allah kepada kita. “Doa adalah senjata orang yang beriman”. Dengan keimanan yang kokoh, seorang muslim insya Allah tidak akan gugup menghadapinya, tetapi juga tidak sombong dengan kayakinannya. Ada kecerdasan spiritual dan kecerdasan rasional.
*Keempat,* atas segala hal yang terjadi pada musibah wabah virus covid-19 ini, maka sudah waktunya seorang muslim harus kembali kepada Yang Maha Pencipta.
Perbanyaklah memohon ampunan Allah. meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada-Nya. Karena hanya atas kehendak, kuasa, iradah dan ridha-Nya semua bisa terjadi di dunia ini. Semoga Allah melindungi kita dari wabah virus corona ini. Semoga anti-virus dan obatnya segera ditemukan atas ijin-Nya. Amin…
**Guru SMA Muhammadiyah I Sumenep